Oleh Masruraini
"Bibi..mana kaos kaki ku?" Pertanyaan yang selalu ku ajukan pada wanita itu, wanita tua yang selalu menemani ku, yang selalu menjagaku. "Aduh neng kemaren meletakkannya di mana?" Jawab wanita yang sudah mulai terlihat keriput diwajahnya, wanita yang selalu tidak pernah mengeluh setiap kali aku meminta bantuannya, wanita yang mengasuh ke sejak aku masih bayi.” Hehe..lupa bi jawab ku rasanya di atas tempat tidur kemaren dhea simpan” jawab ku, tapi sudah di cari koq tidak ada, kata ku. "Iya sebentar" jawabnya lagi, bibi cari dulu.
Wanita yang menyayangi ku seperti anak kandungnya sendiri itu berusaha mencari di kamar melihat kebawah kasur, melihat di rak sepatu, di mesin cuci mungkin tercampur pakaian kotor pikirnya, juga tidak ketemu, "ndak ada neng" bibi menyampaikan hasil pencariannya kepada ku "aduuh gimana ini bi"..kataku menyaut sambil menghabiskan suapan terakhir nasi goreng plus telur ceplok masakan bibi yang selalu menjadi menu favorit ku dari kecil. "Coba neng cek di saku tas deh, siapa tau ada di situ.." jreeng "hehe iya bi ada di sini" kataku sambil menunjukkan kaos kaki yang dari tadi dicari-cari. "Ibu dan ayah ke mana bi.."tanyaku pada beliau. "Masih siap-siap dikamar barang kali neng," jawab beliau. Aku menghela nafas panjang, betapa sulit melihat wajah ibu dan ayah setiap aku akan berangkat sekolah, mereka datang saat aku sudah tidur dan aku berangkat ke sekolah mereka masih belum siap ke kantor, hari minggu kadang mereka dengan kegiatannya aku dengan aktivitas ku. Tapi aku tidak pernah mengeluh setidaknya aku masih punya bibi yang selalu mendengar keluh kesah ku, yang selalu menghapus air mata ku jika aku sedih.
Aku berangkat ya bi kata ku pamit dengan beliau sambil mencium tangannya, hati-hati ya neng nyopir nya ucap beliau mengingatkannku..siap bos jawab ku sambil tertawa, ah eneng dhea ini katanya sambil tersenyum, senyum yang sudah nampak tua dan lelah.
Aku berangkat ke sekolah sambil menyetir sendiri mobil mungil ku yang selalu setia menemani perjalananku setiap hari. Sambil menyetir aku teringat kembali dengan bibi orang yang menasuhku sejak masih bayi, ibu dan ayah beruntung mendapatkan bibi untuk membantu semua pekerjaan rumah yang tidak bisa mereka lakukan. Aku benar-benar merasa takut jika bibi sakit atau meninggalkan ku karena mungkin sudah lelah bekerja di rumah. Dan ketakutan ku jadi kenyataan.
Bibi..kali ini aku tidak bisa memanggil mu lagi untuk mencari kaos kaki ku setelah seminggu yang lalu aku harus kehilanganmu karena penyakit yang selama ini kau rasa tapi tidak pernah kau beritahukan kepada kami sekeluarga tentang sakit mu, karena takut aku menjadi sedih dan khawatir padamu, tumor ganas itu merenggut nyawamu dengan cepat, ketika sepulang sekolah aku melihat mu tergeletak di dapur dalam kondisi tidak sadarkan diri dan mengeluarkan darah dari hidungmu, aku panik, aku teriak, aku tak tau harus bagaimana, menelfon ibu dan ayah tapi tidak diangkat dan akhirnya menelfon mas firman kakak tertua ku yang akhir nya datang dan membantuku membawa bibi ke rumah sakit. Ya Allah engkau masuk ke ruang iccu koma selama 2 hari dan akhirnya menghembuskan nafas terakhir.
Aku menangis dan pingsan berkali-kali ketika melihat jasadmu terbujur kaku, aku tak sanggup, hingga mas firman, ibu dan ayah mencoba menenangkanku.
Bibi..kali ini aku tak bisa lagi bertanya padamu dimana kaos kaki ku, karena aku harus belajar mencari sendiri, harus belajar menjadi gadis yang tegar, yang mandiri seperti yang selalu engkau sampaikan jika aku sedang kesal, marah, sedih dan mengeluhkan ibu dan ayah.
Bibi..aku tidak akan bertanya pada mu lagi dimana kaos kakiku, aku yakin engkau sudah tenang dan tersenyum manis di sana, di surga yang maha kuasa.
#cerpenkedua
Tidak ada komentar:
Posting Komentar